ARTICLE AD BOX
Wakil Ketua DPRD Bali, I Komang Nova Sewi Putra, menyatakan pihaknya mengapresiasi gagasan tersebut, namun tetap menunggu hasil kajian appraisal sebelum bisa direalisasikan.
"Kita kan dalam arti itu kebijakan Pak Gubernur, keinginan Pak Gubernur menyatakan seperti itu, kita tinggal tunggu appraisal-nya saja," ujar Politisi Demokrat ini saat dihubungi, Kamis (13/3) siang. Ia menjelaskan appraisal tersebut akan dilakukan oleh pihak Pemprov bekerja sama dengan universitas yang ditunjuk.
Menurut Nova, kenaikan tunjangan ini perlu mempertimbangkan kondisi terbaru mengingat perhitungan tunjangan saat ini masih berdasarkan periode pandemi Covid-19. "Appraisal kita kan masih menggunakan pada waktu Covid-19, kan pasti sudah lama ini. Jadi dengan kenaikan nilai aset baik itu dari transport maupun perumahan saat ini, lalu waktu itu (pandemi) kan sempat diturunkan semua tunjangan itu kan, mungkin sekarang dikembalikan seperti sebelum Covid-19, itu mungkin," jelasnya.
Disinggung mengenai besaran tunjangan yang diterima sebelum dan saat pandemi, Nova mengaku tidak ingat secara pasti. "Lupa saya juga, terus terang saja gak terlalu memperhatiin itu," katanya. Namun, Nova menjelaskan pimpinan DPRD, seperti ketua dan wakil ketua, tidak menerima tunjangan transportasi karena sudah diwajibkan memiliki kendaraan sendiri. "Pimpinan itu kan sudah wajib memiliki kendaraan, harus mengambil kendaraan jadi tunjangan transport kita ditiadakan," ujarnya.

Anggota Komisi I DPRD Bali, I Made Suparta –NUSA BALI
Sementara itu, anggota DPRD lainnya tetap menerima tunjangan transportasi. “Itu cuma pimpinan saja, Ketua dan Wakil Ketua saja diwajibkan mengambil kendaraan, jadi kita tidak ada tunjangan transport, kalau di anggota itu rata-rata mengambil tunjangan semua,” tuturnya. Menyoroti pernyataan Gubernur Koster yang mengatakan, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD baik Provinsi, Kota, maupun Kabupaten, tercantum aturan mengenai tunjangan perumahan dan transportasi, Nova setuju dengan pernyataan bahwa beban kerja anggota DPRD cukup berat dalam melaksanakan fungsi penganggaran, pengawasan, dan penyerapan aspirasi ke masyarakat.
Nova juga menyoroti peran anggota DPRD yang selalu berhubungan langsung dengan masyarakat, terutama dalam kegiatan sosial dan adat. Menurutnya, anggota dewan memiliki tanggung jawab lebih dalam memperhatikan kondisi konstituen mereka, termasuk membantu dalam berbagai acara keagamaan dan sosial seperti saat Nyepi, Galungan, Kuningan, serta memberikan bantuan kepada warga yang membutuhkan.
Lebih jauh, dia menilai Gubernur Koster memahami kondisi ini karena pernah menjadi anggota dewan. "Mungkin itu yang diapresiasi oleh Pak Gubernur karena beliau juga pernah menjadi anggota dewan, jadi tahu bagaimana anggota dewan ini di masyarakat," katanya.
Sedangkan Anggota Komisi I DPRD Bali, I Made Suparta menilai pernyataan Gubernur Bali terkait peninjauan kembali tunjangan perumahan dan transportasi bagi anggota dewan sebagai hal yang wajar. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut karena sejalan dengan upaya meningkatkan kinerja legislatif agar dapat mengimbangi program-program besar yang dijalankan pemerintah provinsi.
"Iya, itu kan tidak ada yang salah dari pernyataan Pak Gubernur itu, apanya yang salah? Karena kan Pak Koster Gubernur yang visioner. Apa yang dipaparkan kemarin (saat rapat koordinasi Pemerintahan Daerah se-Provinsi Bali) program yang sangat luar biasa sekali," ujar Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini saat dihubungi, Kamis kemarin. Ia menilai program-program yang dipaparkan gubernur sangat besar dan luar biasa. Oleh karena itu, kerja-kerja legislatif juga harus terukur dan maksimal.
Menurutnya, peningkatan tunjangan tersebut sejalan dengan tanggung jawab besar anggota DPRD terhadap masyarakat. Ia mencontohkan bahwa konstituen terus mengundang para anggota legislatif untuk berbagai acara, terutama dalam kegiatan adat dan budaya yang rutin digelar di Bali. "Contoh saja konstituen-konstituen para anggota legislatif itu terus harus kita pantau. Undangan, uleman, untuk urusan apapun di Bali apalagi kita sudah kenal kegiatan adat budaya itu 6 bulan sekali, itu kan kita biayai sendiri dari gaji kita kan gitu," ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyoroti saat ini perjalanan kerja anggota dewan juga minim pembiayaan akibat efisiensi anggaran. "Sekarang perjalanan kerja sudah tidak ada uangnya kan, itu persoalannya," katanya. Oleh karena itu, dia menilai kebijakan gubernur dalam meninjau kembali tunjangan anggota dewan sudah tepat dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Terkait nominal tunjangan sebelum dan saat pandemi, Suparta mengaku tidak mengetahui angka pastinya. Namun, ia menyatakan saat pandemi, DPRD mengalah dengan pemotongan tunjangan. "Iya, benar saat itu, waktu pandemi itu kan kita mengalah, kita koreksi, kita nggak dapat tunjangan seperti yang direncanakan ini," ujarnya. Ia menambahkan kajian appraisal nanti akan mengecek kembali berapa besaran tunjangan yang seharusnya diberikan berdasarkan kondisi di lapangan.
Menurutnya, beberapa faktor perlu diperhitungkan dalam penyesuaian tunjangan, seperti kenaikan harga bahan bakar dan biaya perumahan. "Dulu kalau kita pakai transportasi mungkin hitungannya masih Pertalite, kalau sekarang semua kendaraan sudah pakai Pertamax, iya kan?" katanya. "Kemudian kalau tunjangan perumahan, sekarang harga-harga sudah naik semua, sudah mahal," ucapnya. Mengenai waktu realisasi kebijakan ini, Suparta menyatakan proses kajian appraisal membutuhkan waktu. "Secara kajian akademis, itu perlu waktu tidak bisa secepatnya. Biarkan mereka bekerja teliti dan cermat. Terkait tunjangan ya kita respon baik dan kita akan bekerja lebih maksimal lagi," ujarnya. 7 t